MEMOTRET PEMOTRET
Dewasa ini perkembangan dunia fotografi sudah sedemikian majunya, terutama dengan ditemukan berbagai macam teknologi digital yang membuat para fotografer menikmati keleluasaan dan kemudahan dalam mengekplorasi kemampuannya.
Pergeseran teknologi kamera dari analog kepada kamera digital sudah sedemikian majunya sehingga kamera digital dapat dengan mudah dan murah diperoleh oleh siapa pun, baik mereka yang berkecimpung dalam dunia fotografi itu sendiri atau juga mereka yang sama sekali awam terhadap fotografi dan hanya sekedar memotret tanpa memperhatikan aspek teknis yang menyertai peralatan fotografi, istilahnya tinggal jepret pasti jadi.
Semakin canggih teknologi digital saat ini beserta semakin memurahnya berbagai teknologi yang menyertai sebuah piranti, termasuk kamera, maka orang awam pun dapat memiliki teknologi beserta aplikasinya tersebut dengan mudah. Teknologi digital yang sedemikian majunya memungkinkan produsen alat elektronik dan digital mampu mengaplikasikan serta memadukan berbagai fungsi dalam setiap barang produksi mereka. Teknologi kamera digital yang pada masa 10 tahun lalu hanya dapat dipakai oleh mereka yang mengerti teknologi digital ini serta harga yang mahal membuatnya hanya dapat dipakai oleh mereka yang benar-benar memiliki kepentingan dengan teknologi tersebut. Tetapi kini tak hanya mereka yang bergerak dibidang fotografi tetapi bahkan anak usia sekolah pun mampu mempergunakan teknologi digital tersebut dalam sebuah Hand Phone berkamera.
Semakin mudah dan murahnya kamera digital, baik yang berupa kamera DSLR (Digital Single Lens Refleks), kamera digital saku, maupun kamera digital yang terintegrasi dengan Hand Phone maupun perangkat digital lainnya maka semakin mudahnya masyarakat menggunakan alat perekam tersebut untuk mengabadikan suatu peristiwa. Dari sekedar peristiwa sederhana seperti memotret peristiwa antar teman, keluarga atau peristiwa yang sifatnya umum.
Dengan adanya kemudahan tersebut maka kini muncul “fotografer-fotografer” dadakan yang kadang hanya berbekal peralatan yang minim (bahkan hanya menggunakan HP berkamera) sering mengambil gambar/memotret suatu peristiwa yang kadang dianggapnya menarik.
Yang menjadi permasalahan adalah ketika dalam suatu acara menampilkan model perempuan, baik dalam rangka fashion show maupun acara yang lebih khusus, misalnya dengan penampilan dancer atau musik dhangdhut. Dan tidak bisa dipungkiri pada dasarnya acara-acara tersebut memang menampilkan model yang selain cantik juga didukung oleh pakaian yang sedikit terbuka. Dalam acara-acara seperti inilah “fotografer-fotografer” dadakan biasanya sering berkumpul di depan panggung dengan peralatan "fotografinya".
Memotret model tidaklah salah karena hal tersebut justru merupakan salah satu latihan fotografi yang sangat baik. Misalnya akan melatih fotografer untuk menangkap bahasa tubuh atau gestur sang model pada titik terbaiknya (The Photo’s, vol:I, No.4 Desember 2007). Yang menjadi masalah adalah apakah fotografer terlebih mereka yang mengaku fotografer tersebut benar-benar memanfaatkan moment tersebut sebagai media untuk benar-benar belajar secara serius yang nantinya berguna bagi dunia fotografi yang digelutinya.
Dalam beberapa kesempatan yang ada, ternyata ditemukan “fotografer-fotografer” yang agaknya memanfaatkan acara-acara yang menampilkan perempuan sebagai pengisi acara tersebut, bukan sebagai ajang melatih diri dalam dunia fotografi tetapi lebih mengarah pada tindakan iseng semata. Hal ini bisa ditelusuri pada komentar-komentar atau celetukan yang sering kali meluncur dari mulut para “fotografer” tersebut saat mengambil gambar dari sang pengisi acara. Dan biasanya mereka juga hanya berbekal kamera seadanya bahkan hanya mengandalkan HP berkamera.
Teknologi digital yang memudahkan tersebut pada akhirnya memang memudahkan masyarakat dalam kehidupannya tetapi hal itu menjadi sangat mengganggu saat teknologi tersebut digunakan hanya sekedar untuk melakukan hal-hal yang sifatnya iseng. Terlebih jika keisengan tersebut membuat kerugian bagi orang lain, seperti kasus-kasus yang berkaitan dengan pornografi.
Memang tidak bisa secara pasti apakah foto-foto yang diambil “fotografer” tersebut hanya sekedar iseng, untuk koleksi atau ada tujuan lain dari pemotretan tersebut, tetapi yang jelas adalah penggunaan teknologi digital yang ada hendaknya digunakan sesuai dengan tujuan yang lebih bermanfaat dan yang lebih baik.
- tulisan pada mata kuliah tinjauan disain satu
- foto-foto dokumen pribadi
Dalam suatu acara seperti fashion show, sering dijumpai fotografer mengabadikan model. Tidak ketinggalan “fotografer” yang hanya berbekal HP berkamera.
Foto-foto ini menggambarkan suasana workshop fotografi bagi para fotografer sebagai ajang untuk melatih diri dalam dunia fotografi. Dalam acara ini peserta diwajibkan untuk membawa kamera degital jenis SLR.
Dalam acara yang sama, pada saat workshop pemotretan model secara outdoor, muncul fotografer dadakan yang bukan peserta, yang mengabadikan model hanya berbekal kamera saku bahkan hanya menggunakan HP berkamera. Dan justru keberadaan fotografer dadakan tersebut “lebih berani” untuk mengambil sudut-sudut pemotretan yang lebih dekat daripada peserta (perhatikan gambar kanan atas pada foto ini, peserta menggunakan kamera saku).
Penggunaan teknologi digital yang makin murah dan mudah, ditangan orang yang berniat iseng tentunya akan sangat membawa dampak yang merugikan orang lain.(gambar diambil dari: Fresh Magazie, vol. 4, edisi 44, November 2007)
Pergeseran teknologi kamera dari analog kepada kamera digital sudah sedemikian majunya sehingga kamera digital dapat dengan mudah dan murah diperoleh oleh siapa pun, baik mereka yang berkecimpung dalam dunia fotografi itu sendiri atau juga mereka yang sama sekali awam terhadap fotografi dan hanya sekedar memotret tanpa memperhatikan aspek teknis yang menyertai peralatan fotografi, istilahnya tinggal jepret pasti jadi.
Semakin canggih teknologi digital saat ini beserta semakin memurahnya berbagai teknologi yang menyertai sebuah piranti, termasuk kamera, maka orang awam pun dapat memiliki teknologi beserta aplikasinya tersebut dengan mudah. Teknologi digital yang sedemikian majunya memungkinkan produsen alat elektronik dan digital mampu mengaplikasikan serta memadukan berbagai fungsi dalam setiap barang produksi mereka. Teknologi kamera digital yang pada masa 10 tahun lalu hanya dapat dipakai oleh mereka yang mengerti teknologi digital ini serta harga yang mahal membuatnya hanya dapat dipakai oleh mereka yang benar-benar memiliki kepentingan dengan teknologi tersebut. Tetapi kini tak hanya mereka yang bergerak dibidang fotografi tetapi bahkan anak usia sekolah pun mampu mempergunakan teknologi digital tersebut dalam sebuah Hand Phone berkamera.
Semakin mudah dan murahnya kamera digital, baik yang berupa kamera DSLR (Digital Single Lens Refleks), kamera digital saku, maupun kamera digital yang terintegrasi dengan Hand Phone maupun perangkat digital lainnya maka semakin mudahnya masyarakat menggunakan alat perekam tersebut untuk mengabadikan suatu peristiwa. Dari sekedar peristiwa sederhana seperti memotret peristiwa antar teman, keluarga atau peristiwa yang sifatnya umum.
Dengan adanya kemudahan tersebut maka kini muncul “fotografer-fotografer” dadakan yang kadang hanya berbekal peralatan yang minim (bahkan hanya menggunakan HP berkamera) sering mengambil gambar/memotret suatu peristiwa yang kadang dianggapnya menarik.
Yang menjadi permasalahan adalah ketika dalam suatu acara menampilkan model perempuan, baik dalam rangka fashion show maupun acara yang lebih khusus, misalnya dengan penampilan dancer atau musik dhangdhut. Dan tidak bisa dipungkiri pada dasarnya acara-acara tersebut memang menampilkan model yang selain cantik juga didukung oleh pakaian yang sedikit terbuka. Dalam acara-acara seperti inilah “fotografer-fotografer” dadakan biasanya sering berkumpul di depan panggung dengan peralatan "fotografinya".
Memotret model tidaklah salah karena hal tersebut justru merupakan salah satu latihan fotografi yang sangat baik. Misalnya akan melatih fotografer untuk menangkap bahasa tubuh atau gestur sang model pada titik terbaiknya (The Photo’s, vol:I, No.4 Desember 2007). Yang menjadi masalah adalah apakah fotografer terlebih mereka yang mengaku fotografer tersebut benar-benar memanfaatkan moment tersebut sebagai media untuk benar-benar belajar secara serius yang nantinya berguna bagi dunia fotografi yang digelutinya.
Dalam beberapa kesempatan yang ada, ternyata ditemukan “fotografer-fotografer” yang agaknya memanfaatkan acara-acara yang menampilkan perempuan sebagai pengisi acara tersebut, bukan sebagai ajang melatih diri dalam dunia fotografi tetapi lebih mengarah pada tindakan iseng semata. Hal ini bisa ditelusuri pada komentar-komentar atau celetukan yang sering kali meluncur dari mulut para “fotografer” tersebut saat mengambil gambar dari sang pengisi acara. Dan biasanya mereka juga hanya berbekal kamera seadanya bahkan hanya mengandalkan HP berkamera.
Teknologi digital yang memudahkan tersebut pada akhirnya memang memudahkan masyarakat dalam kehidupannya tetapi hal itu menjadi sangat mengganggu saat teknologi tersebut digunakan hanya sekedar untuk melakukan hal-hal yang sifatnya iseng. Terlebih jika keisengan tersebut membuat kerugian bagi orang lain, seperti kasus-kasus yang berkaitan dengan pornografi.
Memang tidak bisa secara pasti apakah foto-foto yang diambil “fotografer” tersebut hanya sekedar iseng, untuk koleksi atau ada tujuan lain dari pemotretan tersebut, tetapi yang jelas adalah penggunaan teknologi digital yang ada hendaknya digunakan sesuai dengan tujuan yang lebih bermanfaat dan yang lebih baik.
- tulisan pada mata kuliah tinjauan disain satu
- foto-foto dokumen pribadi
Dalam suatu acara seperti fashion show, sering dijumpai fotografer mengabadikan model. Tidak ketinggalan “fotografer” yang hanya berbekal HP berkamera.
Foto-foto ini menggambarkan suasana workshop fotografi bagi para fotografer sebagai ajang untuk melatih diri dalam dunia fotografi. Dalam acara ini peserta diwajibkan untuk membawa kamera degital jenis SLR.
Dalam acara yang sama, pada saat workshop pemotretan model secara outdoor, muncul fotografer dadakan yang bukan peserta, yang mengabadikan model hanya berbekal kamera saku bahkan hanya menggunakan HP berkamera. Dan justru keberadaan fotografer dadakan tersebut “lebih berani” untuk mengambil sudut-sudut pemotretan yang lebih dekat daripada peserta (perhatikan gambar kanan atas pada foto ini, peserta menggunakan kamera saku).
Penggunaan teknologi digital yang makin murah dan mudah, ditangan orang yang berniat iseng tentunya akan sangat membawa dampak yang merugikan orang lain.(gambar diambil dari: Fresh Magazie, vol. 4, edisi 44, November 2007)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar